Surah At-Tin (Arab: التِّينِ , "Buah Tin") adalah surah ke-95 dalam al-Qur'an. Surah ini terdiri atas 8 ayat dan termasuk golongan surah Makkiyah. Surah ini diturunkan setelah surah Al-Buruj. Nama At-Tin diambil dari kata At-Tin yang terdapat pada ayat pertama surah ini yang artinya buah Tin.
A. Arti Surah at-Tin
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang
B. Sebab-sebab Turunnya Surah at-Tin
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Al-Aufi yang bersumber pada Ibnu Abbas, surah at-Tin turun berkaitan dengan pertanyaan para sahabat tentang balasan amal orang yang sudah pikun. Melalui surah at-Tin, Allah Swt. menegaskan bahwa amal orang yang beriman dan beramal saleh akan senantiasa mengalir pahalanya meskipun orang tersebut mengalami pikun.
C. Kandungan Surah at-Tin
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang
- Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun.
- Dan demi bukit Sinai.
- Dan demi kota (Mekkah) ini yang aman.
- Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
- Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).
- Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
- Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan itu) itu?
- Bukankah Allah Swt. Hakim yang seadil-adilnya?
B. Sebab-sebab Turunnya Surah at-Tin
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Al-Aufi yang bersumber pada Ibnu Abbas, surah at-Tin turun berkaitan dengan pertanyaan para sahabat tentang balasan amal orang yang sudah pikun. Melalui surah at-Tin, Allah Swt. menegaskan bahwa amal orang yang beriman dan beramal saleh akan senantiasa mengalir pahalanya meskipun orang tersebut mengalami pikun.
C. Kandungan Surah at-Tin
Sesungguhnya kami Telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Sebenarnya telah berulang kali
dikatakan dalam Al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa memang Allah menyatakan
kebenaran dan keberadaan manusia sebagai mahluk yang mempunyai bentuk yang
sebaik-baiknya. Namun kiranya tidak tepat menurut sekalian para ahli tafsir
memahami ungkapan “sebaik-baik bentuk”. Hanya terbatas pada pengertian fisik
semata. Padahal Allah mengecam orang-orang yang fisiknya baik tetapi jiwa dan
akalnya kosong. Ayat in dikemukakan dalam konteks
penggambaran anugerah. Dan tentunya anugerah itu mengacu pada kesempurnaan
bentuk dan isinya.
Kalau
membahas makna dari ayat-ayat pada surat At- Tin sedikit banyak kita akan
mengetahui dan membenarkan bahwa manusia itu adalah mahluk yang memiliki bentuk
sebaik-baiknya, secara fisik dan tentunya nonfisik atau isi pada manusia.
Secara bentuk fisik mungkin kita telah banyak memahami dan meyakini bahwa
bentuk manusia lebih baik ketimbang bentuk fisik mahluk lainya. Namun secara
isi atau psikis itu sendiri, apa yang membuatnya menjadi mahluk yang dikatakan
mahluk paling sempurna.
Di ayat
pertama Allah persumpah dengan menggunakan nama buah, yaitu buah tin dan zaitun
yang banyak memiliki manfaat atau potensi. Sebagai isarat bahwa manusia
diciptakan memiliki banyak potensi untuk dapat memberi banyak manfaat.
Salah
satu potensi besar manusia, yaitu ditunjukkan Allah pada ayat kedua. Yaitu
Allah bersumpah atas nama sebuah tempat, yaitu bukit sinai tempat nabi Musa
menerima wahyu dari Allah. Hal ini bisa ditafsirkan bahwa manusia memiliki
potensi untuk mendapat petunjuk dan menegembangkan petunjuk tersebut. Ayat
kedua ini juga menyampaikan pesan bahwa manusia diciptakan Allah dalam bentuk
fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, sehingga apabila manusia bisa mengikuti
petunjuk Allah dan memanfaatkan dengan modal potensi yang manusia miliki, maka
manusia akan bisa bertahan dan bahkan mengatur dunia dan akhiratnya.
Dan jelas dijelaskan dalam
ayat ke tiga “Dan demi kota (Mekah) Ini yang aman”. Maka hal ini menunjukkan
bahwa apabila manusia sudah bisa memannfatkan potensinya dengan berdasar
petunjuk-petunjuk yang Allah turunkan bagi manusia, maka ia akan seperti kota
makkah. Kota yang gersang tetapi kenyataannya kota mekkah adalah kota yang
diberkahi dengan makanan yang berlimpah dan jelas kota yang aman. Sesuai firman
Allah.
Dan mereka
berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan
diusir dari negeri kami". dan apakah kami tidak meneguhkan kedudukan
mereka dalam daerah Haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat
itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh- tumbuhan) untuk menjadi rezki
(bagimu) dari sisi Kami?. tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.
Mungkin kita
bertanya-tanya. Kelebihan apa yang membuat manusia menjad mahluk yang paling
sempurna, menjadi mahluk yang mempunya dua tugas sekaligus yaitu Menjadi
Hamba yang Harus Menyembah Allah dan Menjadi Penganti Allah di muka Bumi Untuk
Menjadi Kholfah (Pemimpin).
Banyak dalam kitab-ktab dan
dalam Al-Qur’an sendiri yang menyampaikan bahwa keutamaan manusia adalah terletak
pada satu elemen yang menyempurnakan elemen yang lainnya. Apakah itu ? Akal,
akal pada manusia telah menyempurnakan elemen lain pada diri manusia. Dengan
akal manusia menjadi mahluk yang sempurna. Sesuai hadis nabi ”Allah tidak
menciptakan makhluk yang lebih mulia dari akal ” (HR at-Turmudzi).
Seperti dkatakan tadi,
bahwa kelebihan manusia adalah pada satu elemen yang membuat elemen lainnya
menjadi sempurna. Artinya kesempurnaan manusia terjadi atas sebuah bentuk yang
bentuk itu sendiri terdiri dari berbagai elemen-elemen sebuah sistem yang
menjadikannya sempurna yang mengacu pada spikis manusia. Elemen-elemen yang menjadi mata rantai kesempurnaan itu ada pada Nafsu, Hati dan Akal. Jadi manusia
sempurna karena tiga kekuatan yang ada dirinya.
Dengan Nafsu berperanan untuk berkehendak akan sesuatu, kepada
perkara yang baik maupun yang buruk. Tetapi tabiat asalnya lebih cenderung
kepada kejahatan daripada kebaikan seperti dalam firman ALLAH : “ Sesungguhnya
nafsu itu sangat menyuruh berbuat kejahatan. (Yusuf: 53). Nafsu bersifat ambisius, nafsu selau
berkehendak kearah duniawi. Nafsu selalu inginkan hal yang lebih.
Akal dijadikan oleh Allah
dengan tabiat asal yang baik dan mematuhi perintah Allah.
Dalam proses pemenuhan
nafsu-nafsunya tersebut, manusia dibekali dengan akal. Manusia memang berpikir
sebagai dasar untuk menemukan cara memenuhi nafsunya, namun yang paling
menonjol dari manusia adalah karena ia memiliki akal yang bekerja bersama
dengan pikiran itu.
Akal dalam hal ini berperan
dalam memberikan petunjuk tentang sesuatu, tentang apa yang bernilai atau tidak
bagi diri manusia itu sendiri. Selain itu, dengan akal pun manusia dapat
memiliki kreativitas dan dengannya menjadikan hidup ini dinamis.
Akal menjadikan manusia
seolah-olah seperti sebuah komputer yang paling canggih sedemikian sehingga
komputer yang paling canggih pun tidak bisa mengalahkan manusia. Hal ini
kembali disebabkan karena nafsu manusia yang tidak pernah habis, yang
menjadikan manusia terus mengejar sesuatu yang lebih. Dalam hal inilah nafsu
bekerja sama dengan akal untuk menciptakan sesuatu yang memiliki nilai lebih
bagi manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang terus mencari yang lebih
baik, itulah nafsu dasarnya dan akallah yang menjadi perantaranya, sarana untuk
merealisasikannya.
Hati peranannya mengenal
dan berperasaan. Ia juga bisa menampung ilmu pengetahuan tanpa belajar jika
jiwanya bersih. Di samping itu ia menjadi raja dalam diri manusia. Akal
peranannya berfikir, mengkaji dan menilai untuk menerima ilmu pengetahuan.
Tabiat hati (roh) memang sudah kenal ALLAH dan mengenal kebaikan. Sebagaimana Firman Allah: "Tidakkah Aku ini
Tuhan kamu (wahai roh)?" Mereka menjawab: "Bahkan kami
menyaksikannya." (Al A`raf 172). Dalam Al-Qur’an banyak dikatakan bahwa roh itu terbuat dari Nur. Kita
bisa mengkaji bahwa nur atau cahaya itu mempunyai sifat menerangi, cahaya
mempunyai sifat merambat lurus, menembus benda bening, memantulkan cahaya dan
sebaginya. Hal ini menunjukkan bahwa ruh yang ada dalam hati kita mempunyai
sifat yang menerangi atau memberi petunjuk. Hati nurani ini bekerja sama dengan akal ketika merealisasikan nafsu dalam
rangka menjadikan manusia itu lebih baik.
Pada ayat kelima Allah
berfirman “Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya”. Ada tiga penafsiran yang membahas
tentang tempat yang serendah-rendahnya. Salah
satu pakar tafsir indonesia
Prof. Quraish Shihab mengatakan: maksud dari tempat yang serendah-rendahnya
adalah Keadaan dimana Ruh Ilahi belum
menyatu dengan diri manusia. Seperti diketahui proses manusia melalui dua
tahap utama : penyempurnaan fisik dan peniupan Ruh Ilahi sesuai dengan firman
Allah surah Al- Hijr ayat 29:
Maka apabila Aku Telah menyempurnakan
kejadiannya, dan Telah meniup kan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud[796].
[796] dimaksud dengan sujud
di sini bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan.
Ada juga ulama’ tasawuf
berpen dapat lain. Bahwa yang dimaksud dari tempat
yang serendah-rendahnya adalah dunia. Ketika manusia keluar dari dunia maka
ia telah dimasukkan ke tempat yang paling rendah. kemudian apakah potensi besar
yang ada pada manusia telah hilang? Tidak, menurut para ulama’ tasawuf saat
diturunkan manusia kedunia maka juga turun hijab yang menutupi potensi besar
itu sebab rendahnya martabat dunia.
Pada ayat ke enam Allah
berfirman “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka
bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. Kata iman bisa juga diartikan
pembenaran. Pembenaran atas adanya Allah. Manusia yang sudah di kembalikan
kedunia telah tertutup penyaksiannya terhadap Allah. Maka yang ia ketahui
hanyalah dunia yang rendah ini. Tetapi dengan potensi yang ada pada manusia,
maka manusia mulai membangun dunia (membangun sosial, ekonomi, politik, sains
dan agamanya) hingga kemudian dari tugas dia sebagai kholifah yang membangun
dunia dengan alat nafsu, akal dan hatinya dan berklaborasi dengan tugasnya
sebagai hamba yang dituntut untuk beribadah. Maka manusia akan menemukan iman
atau pembenaran atas adanya Allah dan hari akhir sebagai tujuan hidupnya.
7. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan
(hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?
8. Bukankah Allah hakim
yang seadil-adilnya?
Demikianlah. Allah telah menciptakan manusia sebagai mahluk yang
paling sempurna. Sebagai mahluk yang banyak memiliki potensi, sehingga dengan
potensi itu manusia bisa menjadi kholifah yang memerintah dan membangun alam
semesta. Manusia mencapai tingkat setinggi-tingginya apabila ia bisa
mengklaborasikan tiga elemen potensial dalam dirinya.
Referensi: http://darulmuttaqin-brambang.blogspot.com
Labels: Al-Quran
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment